Sejarah
Tenun Lurik Sumber Sandang
Lurik
merupakan nama kain, kata lurik sendiri berasal dari bahasa Jawa, lorek yang
berarti garis garis, yang merupakan lambang kesederhanaan. Sederhana dalam
penampilan maupun dalam pembuatan namun sarat dengan makna. Selain berfungsi
untuk menutup dan melindungi tubuh, lurik juga memiliki fungsi sebagai status
simbol dan fungsi ritual keagamaan. Motif lurik yang dipakai oleh golongan
bangsawan berbeda dengan yang digunakan oleh rakyat biasa, begitu pula lurik
yang dipakai dalam upacara adat disesuaikan dengan waktu serta tujuannya. Nama
motifnya diperoleh dari nama flora, fauna, atau dari sesuatu benda yang
dianggap sakral. Motif lurik tradisional memiliki makna yang mengandung petuah,
cita-cita, serta harapan kepada pemakainya. Namun demikian saat ini pengguna
lurik semakin sedikit dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu. Perajinnya
pun dari waktu ke waktu mulai menghilang.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, lurik adalah kain tenun yang memiliki corak
jalurjalur, sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Jawa pengertian lurik adalah
corak lirik-lirik atau lorek-lorek, yang berarti garis-garis dalam bahasa
Indonesia.
Dan berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa lurik merupakan kain yang diperoleh melalui proses penenunan
dari seutas benang (lawe) yang diolah sedemikian rupa menjadi selembar kain
katun. Proses yang dimaksud yaitu diawali dari pembuatan benang tukel, tahap
pencelupan yaitu pencucian dan pewarnaan, pengelosan dan pemaletan, penghanian,
pencucuk-an, penyetelan, dan penenunan. Motif atau corak yang dihasilkan berupa
garis-garis vertikal maupun horisontal yang dijalin sedemikian rupa sesuai
warna yang dikehendaki dengan berbagai variasinya.
Lurik
yang diuraikan dalam buku tersebut tidak hanya terbatas pada motif lurik
Yogyakarta, ada pula motif Jawa Tengah dan Tuban, ada pula motif irip lurk yang
terdapat di luar Jawa maupun Juan Indonesia. Namun, buku ini belum menjelaskan
lebih lanjut mengenai perkembangan lurik saat ini dan usaha pelestariannya.
Kain lurik merupakan kain tenun dengan motif garisgaris pada sehelai kain. Kata
Lurik berasal dari bahasa Jawa yaitu lorek yang berarti lajur atau garis Namun pakaian atau kain dengan motif lorek
tidak dapat secara langsung disebut lurik, karena lurik harus memenuhi
persyaratan yang berkaitan dengan bahan tertentu dan diolah melalui proses
tertentu pula, mulai dari pewarnaan, pencelupan, pengkelosarf, pemaletan,
peghanian, pencucukan, penyetelan, sampai pada penenunan, hingga nantinya
menjadi kain yang slap dipakai. Motif kain lurik ternyata tidak hanya berupa
garis-garis membujur saja, tetapi dalam perkembangannya kemudian, motif
kotak-kotak sebagai hasil kombinasi antara garis melintang dengan garis
membujur dapat dikategorikan sebagai lurik.
Tidak hanya berupa garis, motif kain lurik ada juga yang berupa kotak-kotak
yang merupakan perpaduan dua garis vertikal dan horisontal yang pada kain tenun
yang bercorak garis atau kotak saja, akan tetapi termasuk pula kain polos
dengan berbagai warna, seperti merah dan hijau atau dikenal dengan nama lurik
polosan. Seperti apa yang diungkapkan Dibyo bahwa "Sifat lurik yaitu:
bahannya dari katun, gambar garis, tetapi kadang bikin kotak-kotak, ataupun
polos. Meskipun polos, namanya tetap lurik."
Nilai Kehidupan
Salah
satu keunggulan manusia adalah bahwa ia memiliki daya kreatif untuk membuat,
membentuk apa yang ada di sekelilingnya, kemudian diolah menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Daya kreativitas tersebut merupakan bagian yang penting dalam
proses berkarya seni. Seni merupakan kegiatan kreatif imajinasi manusia untuk
menerangkan, memahami, dan menikmati kehidupan. Dengan daya kreatif yang
dimilikinya, manusia berusaha menciptakan pakaian yang dibuat dari kapas atau
bahan lain, kemudian ditenun menjadi kain. Kain dijahit menjadi pakaian.
Seni memiliki tujuan praktis. Tujuan praktis ini merupakan guna atau manfaat
yang diperoleh secara langsung bagi penggunanya. Tujuan praktis dari pakaian
yaitu untuk melindungi tubuh dari hawa dingin, gigitan serangga, terik matahari
dan berbagai gangguan lainnya. Selain itu seni memiliki fungsi sebagai norma
perilaku yang teratur, meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai budaya. Dalam
adat berpakaian, seperti dalam penggunaan kain lurik, terdapat nilai budaya
yang akan disampaikan dan untuk diteruskan kepada generasi selanjutnya.
Pada
suatu masyarakat tradisional, selain memiliki fungsi guna atau manfaat, pakaian
seringkali memiliki fungsi lain seperti fungsi status simbol, maupun ritual
keagamaan, pada motif- motif tertentu terdapat kandungan nilai, harapan, dan
sebagainya. Orang yang memiliki kedudukan sosial tinggi berbeda pakaiannya
dengan orang yang status sosialnya lebih rendah, pakaian yang dikenakan seorang
bangsawan berbeda dengan rakyat biasa, entah itu berbeda model maupun motifnya.
Begitu pula pakaian yang dipakai untuk upacara tertentu berbeda dengan yang
dipakai pada hari biasa.
Sesuai
dengan keanekaragaman umat manusia, pakaian yang digunakan juga bermacammacam
dan bervariasi. Pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai
tradisinya seperti yang terdapat pada kelompok-kelompok suku bangsa di
Indonesia, pakaian yang digunakan menunjukkan identitas dari suatu suku bangsa.
Dalam hal ini pakaian bukanlah semata-mata sebagai suatu benda materi yang
hanya dipakai tanpa memiliki arti apapun. Kain lurik misalnya, merupakan suatu
simbol karena ia memiliki makna. Simbol merupakan tanda yang dapat ditafsirkan atau
diekplanasikan. Makna-makna tersebut merupakan sesuatu yang tidak tampak tetapi
dapat dilihat melalui penafsiranpenafsiran, pemahaman-pemahaman yang kemudian
ditata sedemikian rupa. Simbol merupakan segala sesuatu (benda, peristiwa,
tindakan, ucapan, dan sebagainya) yang telah ditempeli arti tertentu. Simbol
bukan milik individu, namun milik suatu kelompok masyarakat. Kelompok
masyarakat tersebut terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki sistem
pengetahuan, gagasan, ide, adat kebiasaan serta norma perilaku yang sama, yang
diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia yang terwujud dalam benda-benda
budaya.
Kain
tenun lurik merupakan salah satu benda budaya karena dimiliki oleh suatu
masyarakat tertentu. Benda ini merupakan wujud fisik dari ide, nilai, maupun
norma yang mengatur dan memberi arah bagi masyarakat pada suatu kebudayaan
tertentu. Manusia tidak dapat terlepas dari simbol, karena manusia adalah
binatang yang terjerat dalam jaringan-jaringan makna yang ditenunnya sendiri .
Di setiap waktu dan disegala tempat, manusia selalu berhubungan dengan simbol
atau lambang karena is berpikir, berperasaan, dan bersikap dengan ungkapanungkapan
simbolis . Simbol atau lambang ini merupakan hal yang penting bagi masyarakat
pendukungnya. Simbol yang terwujud dalam benda-benda budaya, dalam hal ini adalah
kain tenun lurik merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat pendukungnya.
Melalui
kain lurik ini terdapat pesan, nasihat dan panduan hidup yang disampaikan dan
diharapkan nantinya dapat terus diteruskan ke generasi selanjutnya.. Kaidah itu
berhubungan dengan seluruh pola kehidupan, perbuatan, dan harapan manusia.
Simbol muncul ketika manusia sedang belajar dan untuk menampung hasil
belajarnya manusia menggunakan media bahasa, baik bahasa lisan, tulisan, gerak,
maupun visual. Pengetahuan yang diperoleh manusia dari hasil belajar semakin
lama semakin bertambah. Untuk mempermudah penyerapan pengtahuan yang semakin
banyak tersebut, bahasa kemudain dialihkan menjadi lambang, simbol abstrak.
Pengertian bahasa disini menjadi meluas meliputi berbagai bentuk lambang berupa
tarian, gambar, kata, maupun isyarat. Lambang yang diungkapkan melalui media
bahasa ini digunakan dalam rangka meneruskan, mewariskan ajaran kepada generasi
setelahnya. Dari simbol yang terdapat pada kain lurik ini dapat ditemukan harapan,
ungkapan, pelajaran positif yang dapat diambil dan dijadikan pelajaran bagi
generasi selanjutnya dalam menentukan langkah menuju kehidupan yang lebih baik.
Meskipun saat ini tidak banyak lagi yang mengetahui apa makna dibalik motif
lurik, namun ada sebagian orang yang berusaha bertahan untuk membuat dan
mengenakannya baik dalam acara-acara tertentu, maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Sejarah Lurik
Lurik
diperkirakan berasal dari daerah pedesaan di Jawa, tetapi kemudian berkembang,
tidak hanya menjadi milik rakyat, tetapi juga dipakai di lingkungan keraton.
Pada mulanya, lurik dibuat dalam bentuk sehelai selendang yang berfungsi
sebagai kemben (penutup dada bagi wanita) dan sebagai alat untuk menggendong
sesuatu dengan cara mengikatkannya pada tubuh, sehingga kemudian lahirlah
sebutan lurik gendong. Dan beberapa situs peninggalan sejarah, dapat diketahui
bahwa pada masa Kerajaan Majapahit, lurik sudah dikenal sebagai karya tenun
waktu itu. Bahwa lurik sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lampau,
dapat dilihat dari cerita Wayang Beber yang menggambarkan seorang ksatria
melamar seorang putri Raja dengan alat tenun gendong sebagai mas kawinnya.
Keberadaan tenun lurik ini tampak pula dalam salah satu relief Candi Borobudur
yang menggambarkan orang yang sedang menenun dengan alat tenun gendong. Selain
itu adanya temuan lain, yaitu prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur pada tahun
1033 menyebut kain Tuluh Watu sebagai salah satu nama kain lurik .
Pada
awalnya, motif lurik masih sangat
sederhana, dibuat dalam warna yang terbatas, yaitu hitam, putih atau kombinasal
antarkeduanya. Pada jaman dahulu proses pembuatan tenun lurik ini dimulai dari
menyiapkan bahan yaitu benang (lawe). Benang ini berasal dari tumbuhan perdu
dengan warna dominan hitam dan putih. Selanjutnya, benang tadi diberi warna
dengan menggunakan pewarna tradisional, yaitu yang bernama Tarum) dan dari
kulit batang mahoni. Hasil rendaman daun pohon Tom menghasilkan warna nila,
biru tua, dan hitam, sedangkan kulit batang mahoni menghasilkan warna coklat.
Sebelum ditenun, benang dicuci berkali-kali, kemudian dipukul-pukul hingga
lunak (dikemplong), setelah itu dijemur, lalu dibaluri nasi dengan menggunakan
kuas yang terbuat dari sabut kelapa. Setelah bahan atau benang ini kaku,
kemudian diberi warna. Setelah itu dijemur kembali dan benang siap untuk
ditenun. Dahulu, alat yang digunakan untuk menenun dikenal dua macam alat,
yaitu alat tenun bendho dan alat tenun gendong. Adapun alat tenun bendho
terbyat dari bambu atau batang kayu, biasanya digunakan untuk membuat stagen.
Stagen yaitu ikat pinggang dari tenunan benang yang sangat panjang dan
digunakan untuk pengikat kain (jarik) oleh para wanita Jawa. Alat tenun ini
digunakan dengan posisi berdiri. Disebut sebagai alat tenun bendho karena alat
yang digunakan untuk merapatkan benang pakan berbentuk bendho (golok),
sedangkan alat tenun gendong digunakan untuk membuat bahan pakaian, selendang
lebar, maupun jarik (kain panjang). Disebut demikian karena salah satu
bagiannya diletakkan di belakang pinggang, sehingga tampak seperti digendong.
Dalam proses pembuatan kainnya, penenun dalam posisi duduk memangku alat tenun
tersebut.
Dahulu,
kain lurik dipakai hampir oleh semua orang, sebagai busana sehari-hari. Untuk
wanita dibuat kebaya, atau tapih/nyamping/jarik (kain untuk bawahan). Untuk
pria, sebagai bahan baju pria, di Solo disebut dengan beskap, sedangkan di
Yogyakarta dinamakan dengan surjan. Selain itu, lurik juga dibuat selendang
(jarik gendong) yang biasanya dipakai oleh bakul (pedagang) di pasar untuk
menggendong tenggok (wadah yang terbuat dari anyaman bambu), terutama di daerah
Solo dan Klaten Jawa Tengah. Selain dibuat untuk bahan pakaian ataupun
selendang, yang lebih penting lagi bahwa kain lurik ini dahulu digunakan dalam
upacara yang berkaitan dengan kepercayaan, misalnya labuhan ataupun upacara
adat lain seperti ruwatan, siraman, mitoni, dan sebagainya.
Beberapa Macam Corak Lurik
Meskipun
motif lurik ini hanya berupa garisgaris, namun variasinya sangat banyak.
Terdapat banyak ragam motif kain lurik tradisional, mengenai nama-nama corak,
yaitu antara lain: corak klenting kuning, sodo sakler, lasem, tuluh watu,
lompong keli, kinanti, kembang telo, kembang mindi, melati secontong, ketan
ireng, ketan salak, dom ndlesep, loro-pat, kembang bayam, jaran dawuk, kijing
miring, kunang sekebon, dan sebagainya. Dalam Ensiklopedi Indonesia (1997) di-
sebutkan pula beberapa motif seperti ketan ireng, gadung mlati, tumenggungan,
dan bribil.
Dalam
perkembangannya muncul motif- motif lurik baru yaitu: yuyu sekandang, sulur
ringin, lintang kumelap, polos abang, polos putih, dan masih banyak lagi. Motif
yang paling mutahir adalah motif hujan gerimis, tenun ikat, dam mimi, dan
galer.
Dahulu macam ragam corak lurik sangat banyak, tetapi sekarang banyak yang sudah
terlupakan.
Tidak
semua orang termasuk para perajin lurik yang ada sekarang ini tahu dan ingat
motif apa saja yang pernah ada, seperti yang dialami oleh Pak Rachmad.Saat ini
perusahaan tenun lurik seperti milik Bapak R.Rachmad yaitu perusahaan tenun
lurik tidak membuat motif lurik seperti yang disebutkan di atas, karena
peminatnya tidak ada lagi. Motif-motif lurik yang sekarang dibuat lebih
bervariasi, disesuaikan dengan warna-warna yang sedang disukai atau sedang
trend. Jadi, motif atau corak lurik yang ia buat cenderung selalu berubah dan
makin berkembang . Beliau bahkan tidak
banyak membuat motif tenun jika tidak ada pesanan. Beberapa kain lurik ia buat
saat ini lebih banyak untuk seragam sekolah dan selendang. Begitu pula dengan
perusahaan tenun Kurnia yang lebih banyak mendapatkan pesanan dari
sekolah-sekolah yang membutuhkan seragam. Selain itu pembelinya kebanyakan dari
siswa sekolah yang sedang praktek tata busana.
Namun demikian, perusahaan tenun ini masih membuat beberapa kain lurik tradisional
yang masih dipakai dari jaman dulu hingga sekarang, yaitu yang dipakai di
lingkungan keraton seperti yang dikenakan oleh para abdi dalem dan para
prajuritnya.
Motif
yang dipakai para abdi dalem kerajaan tersebut dinamakan corak telu-pat atau
tiga empat dalam bahasa Indonesia. Pakaian dengan motif ini dinamakan baju
peranakan. Baju ini dikenakan oleh mereka ketika sowan atau caos (menghadap
raja).
lain kluwung, gedog madu, sulur ringin, atau tuluh watu. Selain itu, ada pula
motif lurik lain yang juga hanya digunakan oleh orang-orang tertentu pada waktu
tertentu pula, yaitu yang dikenakan oleh abdi dalem dan para punggawa keraton.
Ketika menghadiri pisowanan (mengahadap raja), para abdi dalem memakai baju
peranakan dengan motif telu pat, sedangkan para prajurit keraton masingmasing
juga memakai motif lurik yang telah ditentukan. Prajurit Jogokaryan memakai
motif Jogokaryo, prajurit Mantrijeron memakai motif mantrijero, begitu pula
dengan prajurit Patangpuluhan memakai motif patangpuluh. Seperti yang diutarakan
oleh Pak Rachmad bahwa "Motif keraton memang memiliki corak tersendiri.
Ada yang me-namakannya lurik tiga empat, untuk para abdi dalem. Nama motifnya
yaitu tiga empat, untuk per-anakan. Prajurit keraton antara lain mantrijero,
jogo-karyo, patangpuluh. Motifnya sendiri-sendiri. Motif untuk abdi dalem untuk
caos atau sowan yaitu motif tiga empat." Motif lurik untuk prajurit kraton
lainnya adalah motif ketanggung yaitu yang dikenakan oleh prajurit
Ketanggungan. Mengenai motif yang tidak boleh dipakai oleh setiap orang
dikatakan oleh bapak Rahmad Ya seperti yang dipakai oleh para abdi dalem,
peranakan, hanya dipakai oleh kalangan keraton. Tidak bisa dipakai umum."
Namun
saat ini, menurut apa yang dituturkan oleh Pak Rachmad, bahwa para pembeli
bebas memilih motif mana yang dikehendaki. Pembeli boleh memakai kain lurik
dengan berbagai macam corak, entah itu yang semestinya di pakai untuk sowan
atau caos, ataupun yang digunakan untuk prajurit keraton. Untuk saat ini,
biasanya motif lurik yang tidak boleh dikenakan atau dijual untuk umum yaitu
yang dipakai untuk seragam sekolah, karena motif tersebut sudah merupakan
identitas atau ciri khas sekolah yang bersangkutan.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Kerajinan Tenun Lurik | Klaten Jawa Tengah di blog Makalah Pendidikan Seni Rupa | Artikel Seni Budaya jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.
1 comments :
izin gan...
numpang promo..
yang mau berbisnis pulsa yuk merapat
Champion Reload Pulsa
ketawa-ketiwi disini juga boleh
Ketawa Bareng